Sabtu, 20 Juni 2020

Awal Mula Menjadi Candu

Awal Mula Menjadi Candu




Mengucapkan syukur, itu kata serta sikap yang perlu kita kerjakan pada sekarang ini. Apa yang perlu kita kerjakan? Kita bukan siapa saja, cuma seperti anai-anai kita itu saat ini berterbangan yang tertiup oleh hembusan angin serta stop disaat angin itu stop meniupnya. 

Pendaki gunung tidak sampai ke pucuk gunung seandainya ia cuma diam serta merintih dalam tempat, sebaliknya bila ia berjalan meskipun perlahan-lahan sambil diselingi bergumam di mulutnya ia akan sampai ke pucuk itu. cara untuk cara yang di pijakan beberapa pendaki itu dikit demi sedikit mengurangi waktu untuk capai pucuk. Jadi inget waktu muncak pertama-tama. flashback ceritanye gan? Hahaha

Saat itu gua baru lulus sekolah menengah atas (SMA), pertama kalinya gua diajak sama saudara gua yang dari Tebet. Semula gua tanya-tanya masalah muncak itu bagaimana, apa yang perlu dibawa dan lain-lain pertanyaan sekitar dunia pendakian. Maklum, soalnya saudara gua kalau dapat dikata seniorlah di dunia pendakian meskipun belum menginjakan kakinya di gunung Everest yang paling tinggi di dunia ini.

Satu saat pada pagi hari, saudara gua bertanya "esok ingin turut muncak tidak?", gua jawab dengan spontan dengan raut muka yang sedikit bingung "muncak? muncak ke mana bang?". Saudara gua nyaut lagi dengan logat betawinya "ke Merbabu, tetapi gimane kelak aje soalnya di merbabu lagi ada badai, kalau tidak ke merbabu ke merapinye". Singkat kata, hasil percakapan gua sama saudara gua itu berbuntut dalam kata setuju. Maaf maaf kate aje ni yee gua potong ceritanye, soalnye panjang sekali percakapan pada saat itu sampai capai kata setuju.

Tanpa persiapan apa-apa, besoknya gua langsung pergi. Malam-malamnya gua prepare, tidak tahu gua sampai jam berapakah itu beresnya. Siang mendekati sore, gua pergi ke stasiun pasar senin. Sesampainya di stasiun, gua bersama saudara gua langsung ke loket. Tercatat ticket kereta yang gua pegang arah Semarang, keberangkatan jam 20.00 wib. Gua melihat jam di ponsel gua baru jam 19.30 wib. 

Sambil berjalan enjoy, di ujung jalan saudara gua manggil seorang. Kirain gua ada apakah, walau sebenarnya yang saudara gua panggil itu rekan muncaknya . Ngobrol-ngobrol dengan ditemani kopi hitam pekat yang di pesan dari pedagang asongan di seputar, tidak lupa di selingi sebatang roko yang membuahkan situasi percakapan hangat saat malam itu. 30 menit telah berlalu, waktu keberangkatan sudah datang serta langsung bergegas masuk ke stasiun untuk cari gerbong yang tercatat di semasing ticket yang di pegangnya.

Situs Taruhan Bola Terpercaya Di Indonesia

Cahaya matahari menggugah dari tidur kami, memberikan jika waktu pagi sudah tiba. Waktu gua membuka mata, bentangan tanaman padi yang indah serta gunung-gunung yang menjulang tinggi meningkatkan keelokan wilayah seputar. kereta meluncur dengan kecepatannya, menyapu rel dengan genggamannya yang erat seolah-olah tidak ingin melepas genggamannya itu. hahaha

Speaker dari stasiun Semarang terdengar dengan tuturnya menyongsong kehadiran beberapa pemakai kereta arah Semarang. Kereta meluncur dengan perlahan-lahan serta stop pas di seputar peron. Kami bergegas turun dari gerbong kereta serta keluar langsung dari stasiun. Sama dengan di stasiun lainnya, beberapa pelacak nafkah banyak yang berlalu lalang, ada yang tawarkan layanan antar dari Ojek, transportasi umum, taksi, bis, metromini serta mobil losbak/pick up ikut juga sisi dalam layanan antar ke tempat arah semasing. Kalau bajaj tidak ada yaa, soalnya ini bukanlah di Jakarta. 

Jam di tangan memberikan jam 7 pagi, kami berjalan enjoy sekalian bergurau serta ketawa kecil. Sebab saat itu masih pagi, kami putuskan untuk sarapan terlebih dulu di dalam rumah makan sebelum meneruskan perjalanan kami ke tempat arah kami. Dibuka dengan gurauan dari salah satunya rekan saudara gua pada si penjual makanan itu, oiya gua belum kenalin rekan-rekan gua. Saat itu gua berempat gan, itu yang membuka gurauan namanya Dominguez panggilannya Anes serta satu lagi Rahma.

Lanjut, dibuka dengan gurauan bahasa jawanya dari Anes pada penjual makanan itu, gua tidak tahu ngomong apa ia ke penjualnya. mereka tertawa, gua ikut juga tertawa meskipun dengan pemahaman yang lain. Mereka tertawa dengan obrolannya, sedang gua tertawa dengan tidak ngertinya percakapan mereka.

Sesudah menanti beberapa waktu, pesanan kamipun tiba. Tanpa ada basa-basi, kami langsung melahap makanan yang sudah kami pesan itu dan kadang-kadang meneguk air teh hangat yang sudah disiapkan. Sarapan pagi usai, kami terlibat perbincangan tentang transfortasi apakah yang akan kami pakai untuk ke arah tempat arah kami. Sebab dari kami cuma Anes yang dapat bahasa jawa, Anes tanya-tanya ke masyarakat seputar sekitar alat transfortasi yang cocok buat kami pakai. 

Beberapa waktu selanjutnya, Anes kembali pada meja makan masuk bersama-sama kami lagi sesudah cari info serta ia menerangkan jika alat transfortasi yang cocok untuk dipakai kecuali dapat mengirit pengeluaran dan mengefisienkan waktu , pertama kami naik metromini dari Stasiun ke arah terminal bis, lupa gua terminal apa namanya. Ke-2, naik bis arah boyolali kalau tidak salah, terus dilanjut naik mobil pribadi/mobil preman arah basecamp New Selo. Sebab pada saat itu arah kita gunung merapi, tidak jadi ke merbabu.

Satu Tahun seperti Terbang dan Bocah ini Ingin Lebih Tinggi

Satu Tahun seperti Terbang dan Bocah ini Ingin Lebih Tinggi




Telah satu tahun saya kerja dalam suatu media besar. Besar bila diukur dengan cara lokal ya. Ibaratnya jika di kota saya, media itu Anda tidak perlu menerangkan semua sudah mengetahui. Anda punyai beberapa nama dimana saja dengan memiliki wartawan media itu.

Tidak berasa 18 Juni 2020 esok saya perlu memundurkan diri. Saya harus meneruskan karier pada media setelah itu.

Saya di artikel tidak menceritakan kenapa saya keluar dari media itu, tetapi saya akan share terutamanya ke fresh graduate bagaimana pengalaman saya dapat sampai ke media besar, walau sebenarnya baru fresh graduate dari satu universitas Islam negeri. Disamping itu, saya akan bercertia bagaimana pengalaman saya jadi fresh graduate dalam suatu perusahaan dengan branding besar.

Oke yuk mulai. Disclaimer: ini bukan satu prestasi saya ya. Saya cuma share pengalaman ada pahitnya ya ada manisnya. Semua diolah dengan baik-baik ya, mengambil positif pengalaman dari saya.

Part 1: Bagaimana Saya Diterima?

Oke semuanya cuma kebetulan. Saya cuma mahasiswa kupu-kupu. Kuliah pulang kuliah pulang. Plus, saya termasuk rajin tetapi tiap pekerjaan saya lakukan. Seringkali juga saya jadi ketua kelas dimana saja mata pelajarannya, tidak kecuali jurnalistik.

Spesial untuk kelas ini saya berjumpalah dengan figur dosen yang sekaligus juga pejabat dari media besar itu. Saya tidak punyai atau terbesit pemikiran untuk kerja untuk wartawan awalannya. Tetapi saat beliau menerangkan mata kuliah jurnalistik membuat saya tertarik. Bukan lantaran teori-teori yang dia terangkan. Dia serta berbeda sekali menerangkan teori.

Terus apa? Dua semester kelas itu saya butuhkan dengan dengar dongengnya. Beberapa terbuai. Tetapi saya konsentrasi saya mendengear narasi beliau dengan cermat. Cerita-ceritanya juga saya ingat sampai saat ini. Serta, buku ciptaannya masih saya taruh serta saya membeli . Jadi ide saya jadi wartawan.

Situs Taruhan Bola Terpercaya Di Indonesia

Untunglah sebab rajin dengar, saya serta beliau bersambung ke warung kopi. Tema jadi demikian luas. Mengulas beberapa hal mengenai apa saja. Seringkali saya berjumpa dengan beliau. Pada akhirnya ya demikian. Mata kuliah ini harus usai. Di tengah 2018.

Saya serta beliau cuma simpan contact whatsapp semasing.

Enam bulan berlalu atau pas Februari 2019 kemarin. Saya telah melalap berabagi pengalaman unpaid untuk jurnalis. Magang di Jember, terus jadi digital citizen journalis dalam suatu media online, dan kerja sempat pada media online yang tidak besar semasa satu bulan.

Tulis nama saya serta beberapa karya telah ada lah di google, hehe karya kwkw. Itu bayaran yang saya terima bukan uang tetapi prasasti kekal untuk wartawan hehe. Saya kadang-kadang menulis di situs nasional mengenai opini-opini saya atau tulisan tida kjelas, kompasiana.com, atau kumparan sempat saya lahap. IDN Times sempat juga tetapi tulisan saya belum pernah diterima L.

Masuk saat-saat skripsi. Saya tidak kerja, konsentrasi skripsi. Terkadang ya main sosial media sich tetapi tidak seringkali. Instagram, Whatsapp, Twitter terkadang saya melihat. Terkadang tonton film bajakan yang saya unduh gunakan wi-fi warung kopi.

Kadang-kadang saya lihat lowongan pekerjaan. Tidak ada yang menarik tetapi apes. Tidak menarik sebab kriterianya perlu S1 sesaat saya masih SMA. How Come?

Untungnya nih, saya caper lah di posisi WA. Saya bikin posisi tulisan saya di situs Kumparan. Gambar berbentuk screenshotan itu. Tidak disangka dosen saya membalas. Dosen jurnalistik saya itu.

"Bagaimana info bob?" kata dia tidak resmi.

"Baik pak. Bagaimana info bapak? Saya alhamdulilah tempo hari kerja pada media A," jawab saya sopan sekalian menyisipkan beberapa kata caper itu. Tahu kan capernya yang mana?

"Huwi hebat? Ayok ngopi lagi kapan-kapan. Kamu sudah lulus?' tanyanya.

Saya jawab belum serta saya menyetujui ajakan ngopinya.

Satu minggu sesudah beliau nge-chat pada akhirnya kami berjumpa. Saya kenakan pakaian rapi seperti bertemu pacar. Apesnya itu malam minggu wkwk. Tidak papalah. Saya berjumpa dengan beliau dengan rapi.

Beliau menawari saya kerja. Sama seperti yang saya sangka. Ketentuannya saya harus lulus. Tidak perlu waktu lama saya iyakan.

Beliau kelihatannya perlu sekali. Serta beliau minta saya Senin mulai menulis mengenai universitas saya (yang mana kerja sama sama media itu). Bayarannya berapakah? Untungnya dibayar. 1 artikel xxxxxx (rahasia ya).
Aku adalah Selingkuhan (Penutup)

Aku adalah Selingkuhan (Penutup)




Tetapi, tidakkah semestinya saya siap dengar kalimat itu darinya? Sebab jika dipikirkan, saya ini apa? Saya ialah selingkuhan, kan? Saya cuma dipermainkan semasa satu tahun oleh pria yang kuanggap menyayangiku serta serius merajut jalinan bersamaku. Tidakkah setiap saat saya harus siap dengar kalimat itu? 

Sabtu, 13 Juni 2020. 

Ini hari pas tiga minggu sesudah insiden dimana saya ketahui semua kebenaran jalinan kami. Sejauh ini , saya memberi peluang kepadanya untuk melakukan perbaikan jalinan kami. Tidak cuma dia saja yang kuberikan peluang, tetapi diriku. Saya memberi peluang pada semasing kami untuk kembali lagi memikir, apa jalinan ini patut untuk diteruskan? Apa dia dapat akhiri jalinan bersama-sama kekasih sebetulnya serta meneruskan jalinan ini sepenuhnya bersamaku? Atau akulah yang perlu dibiarkan? 

Kalian tentu memikir jika saya ialah wanita paling bodoh serta egois yang sempat ada. Bagaimana kemungkinan saya memberi peluang pada seorang yang dengan cara terus-terang sudah menyayangi serta menyakitiku di saat yang sama, seorang yang sudah mempunyai kekasih, untuk selalu coba perjuangkan jalinan kami atau tinggalkan kekasihnya? 

Saya tahu ini salah, tetapi berikut yang saya rasakan. Saya demikian mencintainya. Saya sudah terburu jatuh cinta pada punya wanita lain. Saya tidak ingin melepaskannya. Begitupun dengannya, kami tidak ingin sama-sama melepas serta sesudah semuanya berlangsung. 

Semasa nyaris 1 bulan berjalan, kami coba cara-cara supaya kami masih tetap bersama-sama tanpa ada kebohongan lagi. Kami sudah merasai pedih yang demikian sangat dalam, serta tidak terhitung berapa banyak air mata yang berlinang di pipi kami. 

Dia sudah berupaya membahas serta mengakhiri apa yang perlu dia kerjakan bersama-sama keluarganya bila ingin jalinan kami utuh serta baik-baik saja. Dia sudah lakukan yang paling baik meskipun hasilnya nihil. Jalinan gelap kami memang seharusnya disudahi. 

Saya harus kehilangan dianya serta kami harus jalani kehidupan semasing. Pasti tidak gampang melepas pria yang sudah jadi dukungan systemku, pria kesayanganku tempat saya tergantung ditengah-tengah susahnya hidup di ibukota sejauh ini. 

Situs Taruhan Bola Terpercaya Di Indonesia

Saya memang seharusnya menyiapkan hatiku untuk dicampakkan. Saya hanya selingkuhan yang patut untuk dibuang. 

Meskipun semasa satu tahun berlalu kebahagiaan yang dia beri rupanya cuma kebahagiaan palsu, tetapi saya masih mengucapkan syukur sebab sempat mengenalinya, sempat sama-sama mempunyai, serta sempat menyayanginya. Saya sudah belajar beberapa hal di sini. 


Pelajaran pertama, sesudah saya merenungkan apakah yang terjadi di kehidupan percintaanku, saya juga yakin kalimat "Jangan begitu yakin, jangan begitu menyukai serta jangan kebanyakan mengharap. Sebab segala hal yang terlalu berlebih, segala hal yang 'terlalu banyak' itu satu waktu dapat benar-benar menyakitimu." 

Tetapi, apa nantinya saya harus menyayangi seorang dengan 1/2 hati untuk menyiapkan diri bila satu ketika mau disakiti lagi? Tidakkah semestinya kita menyukai dengan sepenuh hati? 

Pelajaran penting pertama yang sedikit memusingkan, sebab kadang cinta memang membutakan kita. Kita lakukan yang paling baik serta menyukai dengan setulus hati, hingga kita lupa menyukai kita terlebih dulu. Kita lupa membuat pertahanan diri kita, kita begitu perduli dengan seseorang, kita lupa untuk mengimbangi rasa sayang ke orang lain dengan rasa sayang pada diri kita. Kita begitu mencemaskan situasi seseorang hingga kita lupa membuat perlindungan diri sendiri. 

Pelajaran ke-2, jangan sampai merampas punya seseorang. Kemungkinan sekarang ini, bila saya terus mengutamakan egoku, saya bisa menjadi lagi selingkuhannya sambil coba merampas hatinya dengan sepenuhnya. Tetapi, karma itu ada serta masih berlaku, kan? 

Egoku bisa tercukupi, tetapi nantinya kita tidak tahu apakah yang akan berlangsung bila saya terus memaksa jalinan terlarang ini. Egoku bisa tercukupi, tetapi nantinya saya tidak akan tahu bagaimana sakitnya jika suatu hal sebagai milikku diambil oleh seseorang. Saya tidak sempat tahu, serta saya tidak ingin terjerat lagi di jalinan yang keliru. 

Sebab kadang, saya berasa jika hidup lurus serta tidak berbelok juga, semesta seperti tidak henti-hentinya memberi masalah yang terus-menerus. Ditambah lagi bila saya jalani hidup yang berbelok dengan cara sadar, kan? Saya tidak ingin Dia murka pada ciptaan-Nya yang nista ini. 

Pelajaran ke-3, jangan sampai meremehkan kejujuran pada suatu jalinan. Ya, kemungkinan saya meleng diawalnya jalinan kami. Tidak sempat terpikirkan olehku jika semenjak awal tatap muka kami, dia masih mempunyai kekasih. Dia membagi waktu serta rasa sayangnya pada dua wanita bodoh. Dia sudah membohongiku semenjak awal tatap muka kami. Dia sudah menipu kekasihnya. 
Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (35/Bag:5/Jika Mendengus Itu Bukan Cinta)

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (35/Bag:5/Jika Mendengus Itu Bukan Cinta)






"Oh-ya? Hobi yang membahagiakan," tutur Rainy diikuti tawa renyahnya sampai Burhan juga turut ketawa.

"Raive memang demikian. Jika terpisah sedikit saja tentu langsung berasa kangen." 

"Oh iya? Kemungkinan sebab tiap hari bersama-sama ya? Eh, maaf. Minta tidak tersinggung. Rainy serta Raiva hubungan saudara sepupu atau adik kakak?" Bertanya Burhan.

"Ah benar-benar tidak. Cuma teman dekat kok. Tetapi benar-benar dekat. Persisnya semenjak SD, kami sepermainan."

"Tetapi, kalian berdua nampak banyak keserupaannya. Seperti saudara sepupu keliatannya atau justru seperti kakak beradik," 

"Ya, kata beberapa orang semacam itu," sahut Rainy. 

"Mari jika demikian. Seharusnya kita masuk lagi yang lain," tuturnya lagi.

"Mari Rai, silakan lebih dulu,"

"Kamu lebih dulu Han. Please. Saya kurang nyaman bila begitu resmi," 

Burhan tidak menyahut tetapi langsung mengambil langkah. Seekor capung terbang di muka mata Rainy seolah memberikannya salam. Serta ternyata tidak cuma satu, tetapi ada banyak capung. Mereka masuk lalu membuat skuadron selanjutnya meleset menyusul Rainy serta Burhan. Panorama yang menghibur buat Rainy.

Sampai di halaman rumah pak Subhan, ternyata lainnya telah beralih duduk di teras rumah pak Subhan. Rainy serta Burhan bergegas ke sana untuk masuk. Tetapi Burhan langsung duduk disebelahnya membuat dia tidak enak hati pada Danish. Dia melirik gadis Australia yang semakin banyak diam itu, tetapi Danish justru repot bicara dengan Raiva yang duduk dipepet Daniel. Kesempatan ini nampak jelas jika Daniel serta Raiva telah makin dekat serta berani, pikirkan Rainy. Barusan perasaan barusan ingin lewat lagi, Rainy langsung menangkisnya jauh, lalu pilih terlibat perbincangan dengan Burhan. Dia sadar Daniel melirik kecil tetapi dia tidak peduli serta tidak ingin layani perasaan yang lain.

Situs Taruhan Bola Terpercaya Di Indonesia

"Mang Didin kelak tolong dilihat ke belakang kamar mandinya ada tidak? Soalnya saya dengar barusan istri pak Subhan mandi atau nyuci di pancuran? Jika mandi di pancuran sepertinya hebat tuch. Saya ingin sekali. Setelah makan singkong saya ingin mandi dahulu. Kaos saya telah cukup lengket barusan," Pinta Rainy pada Didin.

"Baik atuh neng, kelak saya cek." Didin menjawab pendek lalu selekasnya ke belakang. Ada kemauan dihatinya untuk beradu pandang dengan Rainy waktu bicara tetapi dia tidak dapat.

Baim nampak ingin menimpali perbincangan di antara Rainy serta Didin tetapi batal untuk lihat seorang wanita berumur kurang lebih 35 tahunan ada dari di rumah. Muka wanita itu terlihat demikian bersih serta manis. Rambutnya panjang serta di ikat satu ke belakang seperti umumnya wanita-wanita desa. Tetapi wanita ini sekejap membuat beberapa lelaki yang ada disana terperangah. Dengan hidung yang mancung serta alis hitam tebal Dia menarik walau nampak malu serta cukup menunduk sembunyikan kecantikannya yang simpel. Kemungkinan dia anak Pak Subhan atau dapat jadi adiknya. 

Masih sekalian membungkuk, wanita menempatkan wadah singkong rebus serta singkong goreng di atas dipan yang dibuat dari bambu. Dia ditemani Eva yang semenjak barusan giat menolong di dapur serta kesempatan ini bawa ceret berisi air putih. 

"Saat ini beberapa orang mulai menggunakan air paket di beberapa kota besar. tetapi ini nih minuman sehat. Air mineral asli langsung dari mata air serta di rebus sampai mendidih. Jadi masak bener. Kuman-kumannya pada mati semua. Silakan diminum." Tutur Eva dengan bangganya.

"Aduh mpok bagaimana sich,,, jangankan kuman atuh mpok. Bang baim mah, jika di rebus sampai mendidih ya, tentu mati atuh,mpok," Didin bercanda, merayu Baim.

"Ah lu,bang. Dikata gua singkong, pakai di rebus semua? Bibir lu tuch direbus," Baim tidak kalah seru. Lainnya jadi ketawa ramai. 

"Permisi ya, kenalkan istri saya. Namanya Rogaya." Pak Subhan memangkas keriuhan Baim serta Didin.

Semua terkesima sedetik waktu dengar Pak Subhan mengenalkan wanita itu untuk istrinya. Didin serta Baim justru jadi lesu sebab pernah memikir wanita itu seorang gadis desa. Peluang buat mereka berdua. 

"Ini bini pertama apa bini keberapa pak, ya?" Baim keceplosan.

"Ssst! Mulut lu tuch, asal jeplak saja!" bentak Eva.
Sebuah Senyum untuk Hidup Kedua

Sebuah Senyum untuk Hidup Kedua





Sekembalinya dari berlibur di desa, pada suatu malam Pak Tarji menghubungi Nandi. Dia meminta tiba ke Surabaya untuk temaninya menengok keluarga di Lamongan. Nandi demikian semangat terima keinginan itu. Satu tatap muka besar yang menghadapkan manusia-manusia yang menyengaja dipisah oleh pemerintahan Soeharto akan selekasnya terjadi.

Satu tatap muka yang tetap didambakan oleh Pak Tarji dalam penantian panjang. Tetapi, di tengahnya panasnya udara di terminal bis Lamongan, siang hari ini, Pak Tarji betul-betul terlihat ketakutan. Bayangan-bayangan kengerian karena tidak diterima oleh keluarga—Marni, Ningsih, adiknya, serta keluarga besarnya—serta dicaci-maki oleh masyarakat desanya mendadak ada penuhi pemikirannya.

"Apa mereka masih ingin menganggapku untuk sisi dari kehidupan mereka, Nduk? Apa masyarakat desa tidak meneriaki serta mengusirku untuk orang PKI?" bertanya Tarji sambil ajaknya duduk di kursi taman terminal.

"Pak, saya percaya tidak ada keluarga yang ingin menampik anggota keluarganya. Ditambah lagi, mereka mengetahui jika kepergian Njenengan diminta oleh situasi. Saya percaya mereka juga rindukan Njenengan. Masalah masyarakat, saya merasa tidak jadi permasalahan. Pasti ada beberapa orang yang sinis, tetapi tidak perlu diacuhkan. Lagian, jaman telah beralih, Pak. Banyak orang yang tahu jika momen itu didalangi tentara." Nandi buka botol air mineral serta mempersilahkan Pak Tarji meminum. Semasa beberapa waktu selanjutnya dia diam. Matanya menerawang jauh ke depan.

Situs Taruhan Bola Terpercaya Di Indonesia

"Baik, mudah-mudahan saja demikian ada. Kemungkinan lebih bagus jika kita ke rumah keluargaku terlebih dulu. Soalnya jika langsung ke rumah istriku, Marni, kurang etis, kan disana ada suaminya. Kelak, agar adik-adikku yang mengontaknya."

Dengan senyum sumringah, Nandi menyepakati saran Pak Tarji. Lalu, mereka berdua cari transportasi umum ke arah satu kecamatan dibagian barat kota Lamongan, Sugio. Oleh seorang lelaki 1/2 baya berkumis berkumis tebal, mereka diminta ke arah mobil kijang keluaran 80-an yang telah diubah untuk transportasi umum disamping selatan terminal. Beberapa penumpang terlihat sedang menanti keberangkatan sekalian nikmati bakso.

Tigapuluh menit menanti, pada akhirnya mobil angkutan pergi. Di selama perjalanan, Pak Tarji menceritakan jika dahulu jalan yang dilalui transportasi umum ini masih jalan tanah. Jika hujan tidak dapat dilalui sepeda onthel. Dahulu waktu dia bersekolah ke Lamongan, seringkali harus jalan kaki jika musim hujan. Meski begitu, jalan ini sudah berjasa mengantarkannya jadi seorang guru SD, walau harus dia tanggalkan pekerjaan itu sebab tragedi 65. Banyak antara rekan sekolahnya yang mrothol, tidak meneruskan sekolah sebab beratnya perjalanan ke arah kota. Tetapi, mereka yang sukses sekolah sampai lulus, rerata jadi pegawai negeri, baik guru atau staf di kecamatan atau di kabupaten. Beberapa penumpang memerhatikan mereka berdua. Nandi coba tersenyum pada mereka. Mereka membalas dengan senyuman juga. Kemungkinan mereka berasa aneh dengan yang dibahas Pak Tarji padanya.

Sampai di pasar kecamatan, mereka naik ojek ke arah desa tempat keluarga besar Pak Tarji. 15 menit perjalanan mereka berdua sampai di muka satu rumah berupa limas berdinding kayu jati.

"Kulo nuwun, kulo nuwon," sebut Pak Tarji sekalian mengetuk dinding rumah itu. Seorang wanita tua memiliki rambut putih keluar dengan berjalan tertatih. Lama sekali dia memperhatikan mereka berdua. Matanya mendadak berkaca, bibirnya terngangah, saat dia memandang dari jarak dekat Pak Tarji.

"Mbok, Simbok."

"Tarji, Cong, anakku. Ini betul-betul kamu ta, Cong?" sebut wanita tua itu sekalian menggenggam kepala Pak Tarji langsung bersimpuh duduk memeluk ke-2 kakinya. Nandi tidak dapat meredam air mata.